Thursday, February 11, 2010

Praktek ABUSE dalam penyusunan parameter KPI (Key Performance Indicators), pada aktivitas Budgeting


Pertama mungkin saya mulai dengan menjelaskan maksud dr judul diatas;
Gini ,dalam sebuah perusahaan tentu selalu melakukan aktivitas budgeting, yup bahasa umunya nyusun anggaran gt loh…kenapa perlu disusun ya..itu cerita lama..misalnya karena anggaran terbatas,,untuk memanajemen aktivitas bisnis, keperluan investasi, pengukuran kinerja dsb..dkk
Nah aktivitas budgeting ini, dalam beberapa pengukuran performansi juga dianggap sebagai aktivitas yg perlu diukur atau dinilai. Karena budgeting adalah berkisar mengenai aktivitas forecasting, maka penilaian aktivitas ini akan bicara apakah budget yang telah di susun tepat ataupun tidak, dengan kata lain apakah nilai anggaran telah sesuai dengan yang apa yg dituangkan dalam budget.
Dalam beberapa praktek perusahan terutama mungkin BUMN, ukuran penilaian aktivitas budgeting dilihat dari sisi efisiensi, artinya jika pengeluaran bisa ditekan secara massif maka akan lebih baik. Oleh karena itu, diharapkan pengeluaran actual memiliki deviasi negative dari anggaran (pengeluaran lebih kecil dari pada anggaran)
Misalnya;
Anggaran 1jt, pengeluaran 800 rb, jadi ada deviasi negative 20%
Semakin tinggi deviasi negative semakin tinggi tingkat efisiensi, dan inilah sebuah outstanding review dalam aktivitas penyusunan budget. Karena kegiatan menyusun budget merupakan bagian dari kinerja, maka tentu akan berpengaruh terhadap performance appraisal yg berdasarkan skor skor aktivitas kerja.
Lalu dimana Abusement-nya? Sepertinya praktek abusement ini sudah mengakar namun telah dianggap masalah klasik.
Praktek abuse nya simple, individu atau tiap pos anggaran cenderung dibesarkan pada saat penyusunan budget, dengan demikian perhitungan akhir cenderung untuk mendapatkan negative deviasi. So jika real budgeting 1jt yg dituliskan bisa 1,3 juta pos kelebihan 30% bisa disebarkan kebanyak pos pengeluaran sehingga ‘tidak terlihat’ adanya pembengkakan budget yang tidak umum.
Untuk itulah saat penilaian aktivitas budgeting yg jatuh pada akhir tahun banyak terjadi ‘kebakaran jenggot’. Aktivitas yang tidak perlu sengaja diada-adakan untuk menghabiskan budget yang dr awal dibengkakan, atau penambahan kuantitas pembelian sesuatu yg pada akhirnya menjadi asset yang tidak produktif. Praktek ini sungguh sebuah abuse kan?

Seharusnya parameternya bukan sekedar efisiensi, melainkan deviasi itu sendiri. Artinya baik terdapat atau diidentifikasi deviasi negative maupun positif jika terdapat deviasi maka tetap dinilai bahwa kegiatan budgeting tidak akurat.
Misalnya:
Budget 1jt, pengeluaran actual 800 rb> deviasi –(20%)
Budget 1 jt, pengeluaran actual 1,2jt>deviasi 20%
Jika dinilai maka dua kondisi diatas sama artinya, yaitu sama2 tidak akurat dengan deviasi 20%. Maka mungkin skor untuk budgeting tidak sempurna mislanya skor 2,5 untuk skala 1 sampai 3 jika range deviasi 10%-20%.
Nah inilah salah satu uneg2 adanya praktek pengukuran kinerja penyusunan budget. Beberapa hal dalam mencapai accuracy adalah dengan misalnya:
1. transfer budget yg logis dan terverifikasi
2. memaklui adanya force majeur
3. Kontrol dr atasan bukan sekedar formalitas tanda tangan

Ok teman2 begini saja ya sharingnya…

No comments:

Post a Comment